Kamis, 16 April 2009

Suara Jangkrik

Oleh : Sukma

Krikkk...Krikkk.... Krikkk....

Hendi berulang kali membolak-balik badannya. Matanya terbuka, matanya tertutup. Napasnya berat. Tampak ia sangat kesal. Suara jangkrik yang ada di dapur terasa menggangunya. Deritnya suara itu membuat ia tidak bisa tidur malam ini. Salah, bukan hanya malam ini tapi nyaris tiap malam.

Hendi pernah bilang pada ibunya kalau tiap malam tidurnya tidak pernah pulas. Pasti semuanya karna jangkrik-jangkrik itu.

“Sialan !” Kata Hendi kesal

Ia melempar gulingnya ke bawah. Hendi bangkit dari kasur. Beranjak ke kamar ibunya. Kebetulan sekali, kamar ia dengan kandang-kandang jangkrik milik ayahnya itu sangat berdekatan. Jadi wajar kalau suaranya terasa bising di telinga Hendi.

Ia keluar kamar. Pas sekali. Yang pertama dilihatnya pastilah kandang-kandang jangkrik itu. Bukan satu atau dua kandang yang tergolek di lanti, melainkan semuanya ada 15 kandang. Duh, tidak terbayangkan kalau semua jangkrik mengeluarkan suara seperti itu.

Hebatnya lagi, jangkrik tidak bersuara serempak. Mereka punya irama khusus. Kalau seekor jangkrik bersuara maka seekor yang lain pasti akan saling membalas.

“Diaaammmm....!!!” Teriak Hendi marah

Diambilnya sandal yang ada di depan kamarnya kemudian dilempar ke arah kandang jangkrik-jangkrik itu.

Keletak....!!

Lemparan Hendi tepat mengenai kandang yang satu. Jangkrik itu diam. Namun beberapa detik berikutnya suara mereka menyala lagi.

Aih, Hendi tampak tidak bisa menahan emosi. Hendak diambilnya gagang sapu. Tapi keburu ayah-ibunya keluar dari bilik kamar.

“Hendi, kamu kenapa, Nak ?” Suara ibunya mengagetkan Hendi seketika. “Apa yang kamu lakukan di situ, Hen ?”

Hidung dan mulut Hendi bergerak-gerak. Manyun. Ayahnya dari arah belakang juga tampak membututi sang ibu.

“Aku tidak bisa tidur, Bu. Jangkrik-jangkrik ini berisik.” Balas Hendi tak senang.

Ayah dan ibunya saling berpandangan. Kemudian mengelus kepala Hendi pelan.

“Lalu, suara gedebuk itu ? Kamu melemparnya, iya ?”

Ayah menatap Hendi tajam. Dan Hendi menggangguk lemah.

Krikkk...Krikkk.... Krikkk....
Krikkk...Krikkk.... Krikkk....

“Dengar itu, Bu. Suaranya itu membuatku pusing,” Hendi berkata lagi.”Sudah seminggu ini aku tidak nyenyak tidur, Yah.”

Dulu, ketika kamar Hendi masih di lantai dua, ia tidak pernah merasa terganggu seperti ini. Ia bisa dengan nyaman tidur sesuka hati. Bahkan saking nyamannya, ia sering kelewatan waktu shubuhnya. Tapi sekarang berbeda. Jangkrik-jangkrik itu diserahkan kepada Hendi. Ayahnya ingin memberi tanggung jawab baru buat Hendi agar ia bisa mandiri.

Memang benar, suatu hari ayahnya pernah berjanji kalau kelak ia lulus UN dengan baik ada hadiah sepeda baru yang akan dibelikan ayahnya. Akan tetapi, ayahnya tidak mau segampang itu. Hendi disuruh merawat jangkrik-jangkrik itu dengan serius.

“Tapi, Hendi kan sudah janji, kalau jangkrik-jangkrik itu cukup umur bisa kita jual bersama. Nah, uangnya kan bisa tambah-tamba buat beli sepeda baru, bukan ?” Suara ayah tiba-tiba menyala.

“Iya, yah. Tapi kalau begini terus Hendi bisa sakit. Habis...tidurnya terganggung terus.”

Keesokan paginya, Hendi benar-benar amat mengantuk untuk mengikuti pelajaran di kelas. Tepat waktu itu pelajaran agama. Ustadz Amir, guru agama di kelas hanya bisa geleng-geleng kepala saja.

“Hendi, kamu ngantuk ? Begadang ya ?” Tanya Ustadz Amir seketika

“E-e, anu, Pak. Iya !!” Hendi tergagap

“Iya, Pak. Hendi ngurusi jangkrik-jangkriknya jadinya lupa tidur tuh. Ha...ha...”
Seru Bondan, anak yang dikenal bandel di kelas.

“Huss...kamu tidak boleh begitu, Bondan! Tidak baik meledek seperti itu. Hendi, sekarang cuci mukamu, setelahnya kamu masuk ke kelas lagi, ya.”

Hendi menurut saja. Teringat kejadian tadi malam ia memang sangat kesal. Ini bukan hal yang pertama, bahkan sudah yang ketiga kalinya. Dan Bondan pun yang paling sering membuat kelas riuh lantaran ledekan itu selalu tertuju untuk Hendi yang tertidur di kelas.

Ustadz Amir menjelaskan panjang lebar tentang pelajaran hari ini, termasuk perihal Hendi yang tidur di kelas.

“Belajar yang rajin tidak hanya cukup, Anak-anak. Kalian juga harus sering berdoa.

Menjalankan tahajud sangat efektif untuk berdoa kepada Allah. Apalagi kalian kan sebentar lagi mau UN. Nah, belajar saat tengah malam juga sangat efektif. Cobalah sesekali, apalagi setelah tahajud. Tidak usah terlalu lama. Sukup sejam saja. Nanti kalian bisa rasakan hasilnya.” Kata-kata Ustadz Amir itu direnung-renungkan oleh Hendi.

“Tahajud dan belajar malam ?” Kata Hendi dalam hati

Tidak sekedar itu, tiba-tiba saja terbayang olehnya sepeda baru yang akan dimilikinya kalau nilai ujiannya nanti bagus. Ia bakal bisa jalan-jalan dengan Wita, Putri, Dandi dan Nurul kalau sekiranya sepeda baru itu bisa ia dapatkan. Memang, cuma Hendi saja dari keempat temannya itu yang hingga kini belum memiliki sepeda.
Selepas pulang sekolah Hendi langsung menuju rumah.

Ia khawatir kalau-kalau kamarnya sudah dipindahkan ayahnya ke lantai dua lagi. Dan itu pasti membuatnya nanti malam tidak bisa tahajud dan belajar malam seperti yang dibilang Ustadz Amir.

Sesampainya di rumah, Hendi langsung mengarah ke dapur. Matanya celingak-celinguk. Hanya ia temui ibunya yang tengah asyik memasak. Tapi kandang jangkrik ? Kemana kandang jangkrik ? Kenapa tidak ada derit suara jangkrik ?

“Ibu...bu...mana kandang jangkrik kita ?”
Ibu Hendi terpana. Ia melihat tampang anaknya yang serba tergopoh-gopoh pulang dari sekolah.

“Kenapa, Hen ? Kok kelihatannya sangat panik.”

“Iya, Bu. Mana jangkrik Hendi ?”

“Tapi, katanya kamu merasa terganggung dengan jangkrik itu. Ya, terpaksa tadi pagi ayah dan ibu berunding untuk menjualnya saja ke Pak Dundung. Memangnya kenapa ?” Tanya ibu tak mengerti

Mendengar itu Hendi teringsut lemas. Sepertinya harapan memiliki sepeda baru mulai pupus lagi. Dengan lemah ia ceritakan maksud dari keinginannya itu pada sang ibu.

“Tak usah panik. Ayah tidak menjualnya semua kok. Nih masih ada satu kandang lagi. Kamu bisa bawa tidur untuk membangunkanmu solat tahajud. Dan sebagian uangnya sudah ayah tabung untuk bekal sepeda barumu nanti.” Tiba-tiba suara ayah muncul dari arah belakang.

Hendi dan ibunya seketika tersenyum kagum. Mulai nanti malam Hendi sepertinya tidak akan terganggu lagi dengan suara jangkrik itu.

Krikkk...Krikkk.... Krikkk....




Medan, 14 April 2009

1 komentar:

  1. hm...
    suara jangkrik ya...
    sudah lama tak mendengarnya
    tapi inspirasinya oke banget..
    cukup unik....
    biasanya suara jangkrik itu kan adanya di pedesaan...
    jadi kangen ama suasana seperti itu..
    tapi itu dulu..

    BalasHapus